Jumat, 26 Desember 2014

Merelakan?

Ketika saya harus belajar merelakan seseorang yg sangat berarti bagi hidup saya, ketika saya harus mengikhlaskan seseorang yg saya cintai. Semua itu susah.
Ketika motivasi hidup saya adalah dia, tetapi dia memilih untuk pergi.
Ketika segala hal susah untuk saya perjuangkan lebih lagi.
Itu semua menuntut saya untuk dewasa, menjadi wanita yg kuat, dan mengajarkan saya untuk tidak egois.
Seharusnya saya berpikir, bahwa jauh lebih baik ketika saya merelakannya untuk pergi, karna cinta itu tidak egois yg hanya mementingkan kebahagiaan sendiri.
Saya harus membiarkan orang yg saya sangat cintai itu pergi, karna itu adalah kebahagiaannya. Daripada saya harus memaksa dia tetap disini dan tidak bahagia dgn saya.
Tapi itu semua begitu sulit saya lakukan. Bahkan saya tak cukup kuat mengerti bahwa dia tidak mau mengenal saya lagi, bahkan tidak ingin saya ganggu lagi.
Sangat sakit ketika saya harus membalas "saya sudah rela". Saya tidak mungkin melakukan hal itu disaat keadaan hati saya masih selalu berharap padanya.
Bagaimana mungkin saya bisa melakukan hal itu ketika saya hidup sudah hanya untuk dia dan tidak pernah bisa tanpa dia.
Saya lemah, saya bukan wanita kuat, bahkan saya sangat lemah.
Saya tidak pernah bisa mencoba merelakan seseorang yg saya cintai untuk pergi, saya terlalu takut kehilangan.
Seharusnya saya mencoba dan optimis bahwa hidup akan trs berjalan, bahwa malam akan selalu berganti pagi, di setiap kesedihan akan berganti kebahagiaan, daun yg berguguran akan indah setelah musim berganti, dan setelah hujan akan ada pelangi! Tapi semua itu tak pernah saya bayangkan, yg saya pikirkan adalah bagaimana cara saya mempertahankan dia.

Rabu, 17 Desember 2014

Believe it.

Karena akan ada pelangi setelah hujan.
Karena malam akan berganti pagi.
Karena akan ada kupu-kupu setelah proses ulat dan kepompong.

Semua indah pada waktunya.